CORETAN GABUT #2
#Cerita Anak Rantau
Jauh dari orang tua.
Jauh dari rumah.
Memupuk kerinduan hingga mengikis batin sebab terlalu sering
menangisinya.
Begitulah pendiskripsian seorang anak perantauan.
Dulu sebelum merantau, bilangnya pengen hidup mandiri.
Katanya jauh dari orang tua akan menjadikan mereka pribadi yang lebih dewasa
dan tertata. Tapi nyatanya merantau tak seindah yang mereka bayangkan. Banyak
sekali pahit yang mereka telan, tak jarang juga mereka hanya menelan indomie di
akhir bulan.
Dari masalah finansial, mental, hingga fisik.
Mungkin bagi perantau yang mampu membayar kos akan jadi hal
membahagiakan bagi mereka di awal bulan. Bahkan, jika mereka bisa me-management
keuangan mereka itu akan menjadi poin plus bagi kebahagiaan mereka.
Tapi jarang ada kata bahagia untuk mereka yang merantau dan
hidup numpang dirumah kerabat. Bukan masalah mereka yang tidak mau menerima
kita. Namun, kita yang merasa sungkan hidup menumpang.
Mereka tak melarang kita untuk bertindak semau kita, mereka
juga tak membatasi gerak gerik kita.
Sekali lagi hal yang paling ku benci adalah rasa sungkan.
Rasa sadar diri bahwa aku hidup menumpang di rumah orang. Maka aku setidaknya
harus berkontribusi dalam melakukan pekerjaan rumah. Tak jarang mereka yang
hidup menumpang lebih mirip seperti ART yang siap sedia 24 jam.
Pasti ngga semua orang kayak gitu sih.
Ada juga mereka yang punya bisa hidup selayaknya dengan
keluarga dirumah. Tapi itu juga tidak semua.
Capek hati, capek fisik.
Tak jarang sebagai anak perantauan kita merindukan kehadiran
orang tua, padahal jika kita berada satu rumah dengan mereka rasanya begitu
membosankan. Aku pernah merasa seperti itu sampai rasanya aku ingin hidup
sendiri saja. Ungkapan ini sebenarnya tidak di tujukan pada satu makhluk,
melainkan pada sebuah momen. Kebiasaan yang dulunya sering kita lakukan saat
berada satu atap dengan orang tua, kini seolah menghilang saat kita berada
jauh.
Bangun tidur bukan mereka yang kita lihat, namun kesendirian yang
memuakkan.
Namun, kembali lagi pada tujuan awal hidup merantau demi
mengubah nasib. Demi masa depan mereka yang belum ketauan apa akan membaik dari
masa lalu atau lebih buruk.
Terakhir, Hidup merantau adalah keseimbangan antara kemauan
dan paksaan
Sekian dan terimakasih.
Salam sunjabi_
Komentar
Posting Komentar